PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan atau bangunan. Keadaan subjek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak.
Ada beberapa objek pajak yang tidak dikenakan PBB, apabila objek pajak terkait sebagai berikut :
Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dibidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan, seperti mesjid, gereja, rumah sakit pemerintah, sekolah, panti asuhan, candi.
Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan itu.
Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak.
Digunakan oleh perwakilan diplomatik berdasarkan asas perlakuan timbal balik.
Digunakan oleh badan dan perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.
Sementara untuk subjek pajak PBB diatur bahwa orang pribadi atau badan yang secara nyata sebagai berikut :
mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau;
memperoleh manfaat atas bumi, dan atau;
memiliki bangunan, dan atau;
menguasai bangunan, dan atau;
memperoleh manfaat atas bangunan
Dalam menentukan saat pajak terutang adalah keadaan Objek Pajak pada tanggal 1 Januari, segala mutasi atau perubahan atas Objek Pajak yang terjadi setelah tanggal 1 Januari akan dikenakan pajak pada tahun berikutnya.
Cara menghitung PBB adalah sebagai berikut : PPB terutang = Tarif PBB x tarif NJKP x (NJOP - NJOPTKP), untuk
Tarif PBB adalah sebesar 0.5 %
Tarif NJKP (Nilai Jual Kena Pajak) adalah sebagai berikut :
Objek pajak perkebunan adalah 40%
Objek pajak kehutanan adalah 40%
Objek pajak pertambangan adalah 40%
Objek pajak lainnya (pedesaan dan perkotaan): apabila NJOP-nya≥ Rp1.000.000.000,- adalah 40% dan apabila NJOP-nya < Rp1.000.000.000,- adalah 20%
Penetapan NJOP adalah berdasarkan keputusan Menteri Keuangan dengan mendengar pertimbangan Bupati/Walikota serta memperhatikan :
harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar;
perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya;
nilai perolehan baru;
penentuan Nilai Jual Objek Pajak pengganti.
Sementara untuk NJOPTKP (Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak) tergantung pada masing-masing kebijakan daerah yang ketentuannya sebagai berikut :
memperoleh pengurangan NJOPTKP sebanyak satu kali dalam satu Tahun Pajak.
jika memiliki beberapa Objek Pajak, maka yang mendapatkan pengurangan NJOPTKP hanya satu Objek Pajak yang nilainya paling besar dan tidak dapat digabungkan dengan Objek Pajak lainnya.
Contoh perhitungan :
Luas Bumi 1.000 m2 dengan nilai jual Rp840.000/m2 (Nilai jual tanah tersebut termasuk kelas A-17 dengan nilai jual Rp802.000/m2), luas Bangunan 400 m2 dengan nilai jual Rp1.000.000/m2 (Nilai jual bangunan tersebut termasuk kelas A-2 dengan nilai jual Rp968.000/m2). Asumsi NJOPTKPnya adalah Rp.12.000.000,-
Jumlah NJOP bumi 1.000 x Rp802.000 = Rp802.000.000
Jumlah NJOP Bangunan 400 x Rp968.000 = Rp387.200.000
Total NJOP adalah : Rp1.189.200.000
maka besarnya PBB yang terutang adalah sebesar Rp.2.354.400,- dengan rincian 0.5% x 40 % x (Rp.1.189.200.000 - Rp.12.000.000)
Demikian tentang PBB dan cara menghitungnya, semoga bermanfaat.
Referensi :
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 12 TAHUN 1985 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1985 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
Comments